Tuesday, October 21, 2008

AKKBB, MENGABDI UNTUK AMERIKA


Tabloid SUARA ISLAM EDISI 46, Tanggal 20 Juni - 3 Juli 2008 M/16 - 29 Jumadil Tsani 1429 H

Komponen AKKBB terdiri dari kaum liberal, kapitalis sekuler yang sok sosialis dan telah terbiasa menjadi kolaborator asing. Mereka sering mengatasnamakan HAM untuk memecah belah, menjual negara dan menguasai negeri ini.

Sebuah comment menarik muncul di blog Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berke-yakinan (AKKBB). Comment tertanggal 13/6 (12.06) itu berasal dari seorang yang mengaku dirinya aktivis AKKBB.
Bunyi-nya: “Terserah kalian mau bilang apa tentang AKKBB, mau di fatwa haram juga terserah…Yang jelas kami membela aliran kepercayaan apapun itu namanya, kalaupun ada yang menyem-bah batu itu adalah sohib kami….Asal kalian tahu FPI,….Yang sering merusak tempat hiburan, dan lokalisasi wts…, tempat judi, apa yang kalian lakukan salah…., wajar jika mereka semua itu dukung kami dan benci kalian semua, karena rumah tempat mangkal mereka kalian obrak-abrik. Kami merangkul mereka semua…Kami mendukung liberalisme di Indonesia, walaupun majelis ulama mengharamkannya, kami tetap percaya itu yang benar, walaupun mayoritas ummat Islam menolaknya. Kami mendukung Ahmadiyah, Lia Eden, dan semua organisasi yg di fatwa haram sama MUI, termasuk Ahmad Musadeq sang rasul baru, apa salahnya mereka, ini kan negara demokrasi. Saya bangga jadi aktifis AKKBB, walaupun banyak yang membencinya.”
Komentar tersebut muncul di tengah serangan pemberi komentar lain yang menyudutkan mereka.
Pernyataan satu aktivis AKKBB itu merupakan gambaran sebenarnya seperti apa 'ideologi' yang diusung oleh aliansi ini. Aliansi ini seolah tak peduli dengan kebenaran yang diperjuangkan oleh kalangan Islam. Bagi mereka, yang penting membela yang tertindas, yang minoritas, tapi bukan Islam. Pembela-annya didasari semangat hak asasi manusia (HAM) sesuai kacamata Barat. Bagi mereka, tidak ada tempat bagi Islam untuk dibela. Justru Islamlah yang dimusuhi.

Munculnya AKKBB ini sebenarnya sudah lama. Aliansi ini menetas ketika ulang tahun Gus Dur ke-65 pada Agustus 2005. Saat itu berkumpul berbagai tokoh lintas agama. Dalam perbincangan itulah lahir Petisi Warga Negara Indonesia. Salah satu isinya adalah menentang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan kesesatan Ahmadiyah. Petisi itu dibacakan Ulil Abshar Abdalla. Acara kongkow-kongkow itu pun diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin para tokoh agama secara bergantian. Sejak itulah AKKBB getol membela Ahmadiyah.

Nama aliansi ini kian mencuat ketika terjadi insiden Monas. Mereka mempro-vokasi umat Islam yang sedang mengadakan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di depan Istana. Tanpa menghiraukan peringatan polisi, kelompok ini masuk ke areal Tugu Monas yang jaraknya sekitar 200 meter dari depan Istana. Mereka meneriakkan kata-kata kotor ''Laskar Kafir, Laskar Setan” sehingga menyulut spontanitas Laskar Islam untuk menghentikan perilaku tak beradab tersebut. Kericuhan pun tak terhindarkan.

AKKBB merupakan aliansi cair dari sekitar 70-an lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan ormas. Termasuk di dalamnya Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI). Pantas jika mereka membela Ahmadiyah habis-habisan. Aliansi ini didukung oleh tokoh-tokoh yang selama ini dikenal sebagai tokoh umat Islam seperti Syafe'i Ma'arif dan kebanyakan tokoh-tokoh liberal seperti Goenawan Mohamad, Gus Dur, Adnan Buyung Nasution, Syafei Anwar, Musdah Mulia, Azyumardi Azra, Ulil Abshar Abdalla, dan lainnya. Mereka inilah yang selama ini dikenal dekat dengan Barat (baca: Amerika dan sekutunya) karena sebagian mereka 'produk' Barat dan pernah mencicipi kue Barat. Kalangan non Muslim seperti Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gere-ja-gereja Indonesia (PGI) pun nimbrung di dalamnya.

Nama-nama tokoh AKKBB tertera dalam iklan besar yang dimuat di media massa pada akhir Mei lalu. Jumlahnya ada 289 orang. Pencantuman nama mereka konon diorganisasikan oleh Goenawan Mohamad, bos Tempo. Tak ada tokoh-tokoh yang namanya tercantum meng-ajukan protes atas pemuatan namanya. Artinya semua tokoh itu menyadari sepenuhnya iklan tersebut.

Misi Amerika

Melihat lembaga/organisasi dan tokoh-tokohnya, tidak salah bila banyak kalangan menilai bahwa mereka bekerja membawa misi Amerika. Misi itu adalah liberalisasi Indonesia pada semua sektor. Mereka inilah yang menjadi aktor-aktor perubahan politik Indonesia setelah masa tergulingnya Soeharto. Hampir semua tokoh reformasi masuk ke dalam AKKBB ini, sehingga sebenarnya mereka pula yang menjadikan Indonesia carut marut seperti sekarang. Merekalah yang merusak Indonesia dan membahayakan kesatuan nasional.

Panglima Komando Laskar Islam Munarman mengungkapkan, sebagian anggota AKKBB punya sejarah memecah Indonesia. Mereka dulu tergabung dalam Solidamor (Solidaritas untuk Timor Timur). Melalui Solidamor itulah, mereka mendukung kemerdekaan Timor Timur sehingga terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tokoh-tokoh AKKBB pula yang bertanggung jawab atas perubahan UUD 45 dan undang-undang di bawahnya. Sistem politik Indonesia meniru membabi buta gaya Amerika meskipun kondisi masyarakatnya tidak mendukung untuk itu. Gerak mereka disokong sepenuhnya oleh Amerika. Harian New York Times menulis, Amerika mengucurkan dana sebesar 26 juta dolar Amerika sejak 1995-1997 kepada Adnan Buyung Nasution. Perubahan sistem kenegaraan juga didanai sepenuhnya oleh Amerika melalui USAID. Jumlahnya mencapai jutaan dolar.

Orang Barat bilang, ''Tidak ada makan siang gratis”. Artinya, tidak mungkin Amerika dan negara-negara Barat memberikan bantuan tanpa pamrih. Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengatakan, Barat tidak menginginkan Islam Indonesia bangkit menjadi sebuah kekuatan besar.
"Kalau umat Islam Indonesia bersatu, wah itu power full dan luar biasa. Itu yang tidak diinginkan, karena Indonesia itu adalah barometer Islam di dunia saat ini,'' katanya.
Masuknya bantuan asing ke Indonesia adalah dalam rangka menjerat Indonesia agar bisa diatur oleh para penjajah tersebut.

Operasi penjajahan gaya baru ini berjalan melalui operator mereka di Indonesia. Siapa mereka? Di antaranya adalah anggota AKKBB. Banyak di antara mereka adalah lulusan universitas-universitas di Amerika. Selain itu, hampir semua ormas/LSM yang tergabung dalam AKKBB mendapat dana dari asing. Sebuah data menunjukkan, dari sekitar 13.500 LSM yang ada di Indonesia, hampir 90 persennya menggantungkan diri pada bantuan asing.

Dana ini mengalir dari berbagai lembaga internasional seperti USAID, Asia Foundation, Ford Foundation, dan lainnya. Memang bukan hal mudah untuk mengungkap aliran dana tersebut. Tapi data-data di situs lembaga tersebut memperlihatkan bahwa LSM-LSM itu mendapat dana untuk membiayai prog-ram-programnya. Kepada mereka inilah LSM-LSM itu mengabdikan diri dengan mengikuti arahan asing tersebut. Isu-isu yang mereka usung antara lain HAM, demokrasi, gender, pluralisme, sekulerisme, liberalisme, dan antikekerasan.

Direktur Eksekutif International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) Syafi'i Anwar membantah AKKBB dalam aksi di Monas 1 Juni lalu didanai donatur asing. "Demi Allah tidak ada seperpun menerima dana dari pihak asing," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor Wahid Institute, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta, Senin (9/6). Bisa jadi memang benar begitu. Tapi mereka sebelumnya telah menikmati dana asing tersebut. Syafi'i sendiri mengakui pihak-nya mendapat bantuan dari Amerika untuk kegiatan LSM dalam mengembangkan pemikiran pluralisme di Indonesia. Ia juga mengaku sering diundang ke Amerika untuk memberikan ceramah. Karena itu, bisa jadi AKKBB tidak mendapatkan uang saat insiden, tapi mereka (anggota-anggotanya) telah mendapat perskot (uang muka) untuk menyuarakan kepentingan Amerika di Indonesia.

Setelah berhasil mengobrak-abrik sistem politik, tokoh-tokoh dalam AKKBB ini pun sukses menggiring ekonomi Indonesia ke arah liberal. Bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia tidak lagi dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tapi kini boleh dikuasai oleh asing. Bahkan yang lebih gila, asing boleh menguasai hak guna usaha sepanjang 95 tahun. Bandingkan ini dengan VOC yang hanya memberi batas 75 tahun. Dengan liberalisasi ekonomi ini, bangsa Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk-produk asing. Kekayaan Indonesia akan mengalir ke Amerika dan asing lainnya tanpa ada hambatan.

Para dedengkot AKKBB seperti Gus Dur, Adnan Buyung, Ratna Sarumpaet, dan Goenawan Mohamad, pula yang berada di balik penolakan RUU Anti-pornografi dan pornoaksi. Mereka tidak ingin agama mengatur kehidupan ma-nusia. Mereka ingin agar manusia diberi kebebasan, sebebas-bebasnya untuk mengekspresikan diri. Kelompok ini pula yang menentang keras pelaksanaan Perda yang bernuansa syariat di beberapa daerah.

Pembelaan terhadap Ahmadiyah, tidak bisa dilepaskan dari misi liberalisasi agama. AKKBB mencoba mendorong proses ini agar Islam tidak lagi menjadi acuan dan dipegang erat oleh umat Islam. Bagi mereka semua kepercayaan harus dihormati meskipun merusak keyakinan orang lain. Tak heran, jika AKKBB membela mati-matian Ahmadiyah yang jelas-jelas menistakan dan menodai agama Islam. Fakta pun menunjukkan bahwa Ahmadiyah adalah bentukan Inggris untuk menghancurkan perlawanan Islam kepada penjajah. (baca: Di Belakang Ahmadiyah ada Amerika hal 16). Barat mencoba merusak Islam dari dalam karena merusak Islam dari luar sulit dilakukan.

Dukungan terhadap pembelaan Ahmadiyah oleh AKKBB terlihat jelas. Begitu ada korban yang diobati di RS Gatot Subroto, Kedutaan Besar AS di Jakarta terlihat sibuk bukan main. John Heffern, kuasa usahanya, sibuk mengunjungi korban dari AKKBB di Rumah Sakit Gatot Subroto. Keesokan hari, Kedubes mengirimkan pernyataan resmi ke media massa mengutuk aksi kekerasan Monas. Bahkan, kabarnya hanya dua jam setelah kejadian Monas, ada agen CIA yang datang ke Istana dengan membawa bukti-bukti peristiwa. Inilah yang kemudian membuat SBY menggelar jumpa pers dan menyatakan negara tidak boleh kalah. Mengapa Amerika begitu pedulinya dengan orang-orang yang hanya luka ringan jika tidak punya hubungan khusus dengan orang-orang tersebut?

Sikap AKKBB setali tiga uang dengan tuannya, Amerika. Bilangnya antikekerasan, tapi membiarkan kekerasan yang lebih besar di dunia. Amerika telah membantai ratusan ribu warga Irak. Israel tiap hari membunuh warga Palestina. Tapi suara pembelaan terhadap mereka tak terdengar. Ketika di Ambon umat Islam dibantai warga Kristen bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri 1999, tak ada satupun tokoh-tokoh AKKBB ini yang memberikan pembelaan. Lalu sebenar-nya, apa yang mereka bela? Jawabnya satu: liberalisme, sekulerisme, pluralis-me, dan Amerika. Mereka menyerang Islam dan kaum Muslim.

Munarman menyatakan, banyak aktifis memanfaatkan LSM untuk mencari penghidupan. Bagi mereka, kata Munarman, uang adalah segalanya. Tak heran mereka rela menjadi antek-antek asing di Indonesia. Asing pun senang dengan gaya seperti itu. Mereka tak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mengintervensi Indonesia. Dengan sedikit uang, bisa membuat aktivis itu membebek kepentingan mereka.

Selain itu, secara berkesimbungan Amerika dan konco-konconya membuat program-program beasiswa bagi tokoh-tokoh yang akan dimunculkannya. Mereka difasilitasi belajar ke Amerika dan negara Barat lainnya. Bukan untuk belajar teknologi, tapi belajar ilmu sosial. Amerika dan Yahudi pun tak segan-segan menggelontorkan uang dalam bentuk hadiah kepada mereka yang berdedikasi mengabdi untuk mereka.

Dua tokoh yang baru saja mendapatkan hadiah adalah Gus Dur. Ia terbang ke Amerika Serikat memenuhi undangan Shimon Wiesenthal Center (SWC) untuk menerima Medal of Valor, Medali Keberanian. Gus Dur dianggap sebagai sahabat paling setia dan paling berani terang-terangan menjadi pelindung kaum Zionis-Yahudi dunia di sebuah negeri mayoritas Muslim terbesar seperti Indonesia. Acara penganugerahan medali tersebut dilakukan dalam sebuah acara makan malam istimewa yang dihadiri banyak tokoh Zionis Amerika dan Israel, termasuk aktor pro-Zionis Will Smith (The Bad Boys Movie), di Beverly Wilshire Hotel, 9500 Wilshire Blvd., Beverly Hills, Selasa (6 Mei), dimulai pukul 19.00 waktu Los Angeles. Tak hanya medali, Gus Dur juga mendapatkan uang. Besarnya tidak disebutkan.

Di samping Gus Dur ada Goenawan Mohamad. Ia menerima hadiah uang senilai 250 ribu dolar AS (sekitar Rp 2,3 milyar) dan penghargaan "Dan David Prize" dari Israel. Penghargaan ini diberi-kan kepada para individual dan institusi yang telah memberikan kontribusi unik dan besar dalam sektor kemanusiaan, termasuk di antaranya kontribusi di bidang ilmu pengetahuan alam, seni, dan bisnis dalam tiga dimensi waktu-lampau, kini, dan akan datang. Goenawan telah beberapa kali menerima penghargaan dari berbagai negara Barat.

Memang popularitas GM dalam dunia pers tidaklah diragukan. Dia telah berjasa melahirkan mengkader banyak jurnalis di Indonesia. Tapi, terlepas dari soal itu, Goenawan juga sukses menggerakkan proses sekularisasi di Indonesia. Dia berperan besar 'membesarkan' Abdurrah-man Wahid dan Nurcohlis Madjid, sebagai lokomotif liberalisasi Islam di Indonesia. Melalui Tempo, dia pula yang mengorbitkan kalangan liberal seperti Ulil Abshar Abdala.

Harus Dibubarkan

Menilik UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan PP No. 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 tahun 1985 yang mengatur secara detail keberadaan Organisasi Masyarakat di Indonesia, menurut Munarman, sudah seharusnya organisasi dan LSM yang tergabung dalam AKKBB dibubarkan. Banyak bukti menunjukkan mereka mendapat sokongan dana asing dalam operasinya di Indonesia. Pembubaran juga harus ditujukan kepada Ahmadiyah yang termasuk AKKBB, karena telah melanggar Penpres No. 1 Tahun 1965 dengan menghina dan menistakan agama Islam.
Menurutnya, sepak terjang AKKBB sebenarnya justru lebih membahayakan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, khususnya umat Islam. Mereka, kata Munarman, beraktivitas untuk kepentingan Amerika dan Yahudi. ''Mereka adalah antek Amerika dan Zionis di Indo-nesia,'' tandasnya. Mereka rela menjual negara dan rakyat Indonesia. Lebih dari itu, AKKBB ini membawa ideologi yang merusak akidah umat Islam. Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali dibubarkan.
[mujiyanto/www.suara-islam.com]

No comments: