Laporan ICG merupakan bentuk campur tangan LSM asing terhadap Indonesia. Demikian ditegaskan oleh Sekjen FUI, KH. Muhammad Al-Khaththath mengecam ICG. Menurutnya, ICG selama ini telah menjadi alat untuk kepentingan negara-negara kapitalis dalam rangka mengokohkan penjajahan di negeri Islam termasuk di Indonesia.
Keberadaan ICG di daerah-daerah konflik seperti Papua, Maluku dan Aceh menurut Al-Khaththath perlu dipertanyakan kepentingannya. Mereka tiada lain alat bagi negara-negara kapitalis.
Bukan pertama kali ini ICG melakukan permusuhan terbuka terhadap umat Islam dan menjadi alat kepentingan asing. Sebelumnya Sidney Jones dari ICG dikecam oleh umat Islam karena campur tangannya dalam proses pengadilan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Laporan bohong Sidney Jones yang dimuat Koran Tempo Tanggal 12 Desember 2002, mengatakan bahwa Ustad Abu Bakar Ba’asyir terlibat JI. Pengadilan kemudian membuktikan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir tidak terlibat.
Kokohkan Liberalisasi
Dalam kasus Ahmadiyah, ICG dan LSM-LSM komprador mempunyai kepentingan untuk mengokohkan liberalisasi di Indonesia. Kasus Ahmadiyah ini juga telah dijadikan alat asing untuk mengintervensi Indonesia dengan mengangkat isu pelanggaran HAM. Sebelumnya lewat isu HAM , Barat melakukan intervensi dalam konflik Timor Timur, Aceh, dan Maluku. Tentu saja yang paling sering disalahkan adalah kelompok Islam.
Hubungan ICG dengan kelompok pro Ahmadiyah di Indonesia juga bisa dilihat dari keberadaan Todung Mulya Lubis salah satu dedengkot AKK-BB yang pro Ahmadiyah. Todung sering menjual isu Indonesia dan Timor Timur saat menjadi Wakil Ketua Komisi Investigasi HAM untuk Timor Timur. Hingga kini ia adalah Ketua International Crisis Group (ICG), lembaga pengkaji isu internasional yang analisanya tentang Islam dan Umat Islam sering melenceng dan menyakitkan.
Tidak Ingin Umat Islam Bersatu
ICG lanjut ustadz al-Khaththath tidak menginginkan umat Islam bersatu dengan mengangkat isu Islam garis keras. Penggunaan istilah Islam garis keras dan moderat adalah politik belah bambu untuk kepentingan penjajahan. Tujuannya menimbulkan saling curiga dan konflik horizontal dikalangan umat Islam. Padahal menurutnya Ahmadiyah dicap sesat menyesatkan bukan hanya oleh MUI atau FUI tapi tapi juga ormas Islam terbesar Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.”
"Laporan ini membuktikan Barat khawatir umat Islam bersatu untuk berjuang bersama-sama mengokohkan aqidah umat dan menegakkan syariah Islam”, tegasnya.
Pemicu Konflik
The International Crisis Group (ICG) adalah suatu organisasi non-pemerintah multinasional dengan lebih dari 130 pegawai tersebar di lima benua, yang bekerja melalui analisis lapangan dan advokasi bagi pencegahan dan resolusi konflik. Namun di dunia Muslim, ICG tidak lebih seperti agen-agen asing yang kerapkali mengeluarkan provokasi atas pencegahan kebangkitan Islam yang kini tengah tumbuh di dunia Muslim. Baru-baru ini ICG mengeluarkan laporan yang khawatir atas meningkatnya pengaruh gerakan-gerakan Islam yang mereka sebut sebagai gerakan Islam garis keras
[baca: Laporan Terbaru ICG: Khawatir Atas Meningkatnya Pengaruh Kelompok Islam, Takut Atas Bersatunya Umat].
Sebelumnya ICG memprovokasi pemerintah yang menganggap gerakan-gerakan Islam sebagai ancaman konflik di Papua.ICG mendapatkan dukungan dana dari pemerintah, yayasan-yayasan amal, perusahaan-perusahaan, dan donor perorangan yang tiada lain para kapitalis, termasuk juga dari masyarakat Yahudi seperti Sarlo Foundation of the Jewish Community Endowment Fund. Staf mereka di Indonesia diantaranya Sidney Jones (Senior Adviser), John Virgoe (South East Asia Project Director), Rungrawee Chalermsripinyorat (Analyst), Mahlil Harahap (Office Manager), dan Eva Ratihandayani (Administrative and Finance Officer). Mereka tiada lain agen-agen asing.
syabab.com
No comments:
Post a Comment