Upaya liberalisasi ajaran Islam bukanlah berdiri sendiri. Namun secara sistematis dan dilakukan secara terencana. Proyek liberalisasi ini sendiri merupakan bagian dari agenda imperialisme penjajah kapitalis. Tujuannya tidak lain mengokohkan penjajahan kapitalisme di dunia Islam. Tidak heran kalau proyek liberalisasi ajaran Islam dan umat Islam ini menjadikan menjadikan upaya pencegahan tegaknya syariah dan khilafah menjadi fokus perjuangan. Disisi lain, proyek liberalisasi ini menginginkan negeri-negeri Islam mengadopsi ide-ide kapitalis seperti sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme.
Mau tidak mau, upaya kaum muslim untuk membendung liberalisasi ajaran Islam ini harus pula dilakukan secara sistematis, terkoordinasi, dan dilakukan secara terencana. Tidak bisa sekedar sikap reaksioner atau tindakan parsial. Tidak cukup pula sekedar membela diri (defensif), tapi juga melakukan serangan-serangan yang ofensif. Perlu juga diwaspadai isu-isu penyesatan yang membuat umat Islam berpaling terpecah. Paling tidak ada beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain aspek pemikiran (fikroh); politik (siyasah) dan negara (ad daulah).
Aspek Pemikiran
Untuk aspek ini langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
1. Melakukan pembinaan intensif terhadap umat agar memahami Islam secara komperehensip dan ideologis. Keberhasilan pemikiran liberal sangat bergantung kepada sejauhmana pemahaman umat Islam terhadap Islam. Kalau umat Islam hanya memahami Islam secara parsial, seakan-akan Islam hanya ibadah mahdhoh (ritual) saja misalnya, virus sekulerisme akan gampang masuk ke tubuh umat. Sebab sekulerisme hanya menjadikan Islam sebagai sekedar ibadah mahdhoh.
Ketidaktahuan ajaran Islam secara utuh akan memudahkan umat menerima mentah-mentah ide-ide kapitalis. Ketika umat tidak paham bahwa dalam ekonomi Islam pemilikan umum seperti emas dan minyak tidak boleh dimiliki individu atau swasta, privatisasi yang merupakan ide penjajah akan gampang diterima. Sama halnya kalau umat tidak mengetahui secara utuh tentang sistem politik Islam, ide-ide penjajah seperti demokrasi, triaspolitika, sekulerisasi politik, akan mudah diterima.
Sementara pemahaman Islam secara ideologis dibutuhkan agar umat memiliki gambaran bahwa Islam bukanlah sekedar agama ritual. Namun Islam memiliki aqidah yang menjadi pandangan hidup, syariah yang merupakan solusi terhadap seluruh persoalan manusia, serta negara yang menjadi institusi operasional. Kalau umat memahami Islam secara ideologis, mereka tidak akan inferior menghadapi serbuan ide-ide liberal dan dengan gampang bisa menghadapinya. Selama ini virus liberal tumbuh subur, terutama di basis-basis umat seperti pesantren atau madrasah yang mengajarkan Islam yang lebih didominasi aspek ritual dan dogmatis. Akibatnya terjadi kegagapan intelektual ketika berhadapan dengan ide liberal. Tidaklah mengherankan kalau banyak diantara aktivis proyek liberalisasi ajaran Islam ini justru mereka yang terdidik di Pesantren atau sekolah-sekolah Islam.
2. Masih dalam aspek pemikiran harus dilakukan shiro’ul fikr (pergolan pemikiran) dengan cara menyerang ide-ide pokok yang menjadi sandaran dari proyek liberalisasi Islam ini. Ide pokok itu antara lain sekulerisme, liberalisme termasuk HAM, pluralisme dan multikulturalisme. Harus dijelaskan secara gamblang kepada umat bagaimana hakekat pemikiran liberal itu, apa bahayanya terhadap umat dan dimana pertentangannya dengan Islam.
Ide-ide liberal inilah yang dijadikan standar pemikir liberal saat mengotak-atik ajaran Islam. Mereka mencampakkan Al Qur’an dan as Sunnah yang seharusnya menjadi sandaran hukum dalam menilai segala sesuatu dalam Islam. Tidak heran kalau mereka membela habis-habisan Ahmadiyah dan ajaran sesat lainnya, alasannya bertentangan dengan HAM (kebebasan berkeyakinan ) yang merupakan produk pemikiran liberal. Mencela hukum waris dengan alasan HAM
Luthfi asy-Syaukanie (ed.) dalam Wajah Liberal Islam di Indonesia (2002) telah berhasil menyajikan deskripsi dan peta ide-ide JIL. Jika dikritisi, kesimpulannya, di sana ada banyak imitasi (baca: taklid) sempurna terhadap ideologi kapitalisme. Tentu ada kreativitas dan modifikasi, khususnya pencarian ayat/hadis atau preseden sejarah yang kemudian ditafsirkan secara paksa agar cocok dengan kapitalisme.
Atas dasar persfektif liberal ini juga mereka mencela formalisasi ajaran Islam. Tidak ada dalil al Qur’an dan Sunnah sama sekali. Yang menjadi rujukan adalah sekulerisme yang mengharamkan agama dari sektor publik. Mereka tidak ingin syariah Islam mengatur kehidupan kaum muslim di bidang politik, ekonomi, sosial dan pendidikan.
Bahaya ide liberal ini harus dijelaskan. Ide ini bertentangan dengan aqidah Islam. Pendukung liberal telah menjadikan HAM dan ide-ide Barat sebagai sumber hukum dan Tuhan mereka. Dalam pandangan liberal semua agama itu sama, tidak boleh menyalahkan agama orang lain, bahkan mereka menggugat otensitas Al Qur’an dan as Sunnah. Mereka juga menolak syariah Islam yang sudah ditetapkan secara qot’i di dalam al Qur’an seperti kewajiban menghukum pencuri dengan potong tangan, razam bagi pezina, hukum waris dan banyak lagi. Bukankah menolak syariah Islam ini merupakan tindakan kekufuran? Namun tidak boleh berhenti sebatas kritik, tapi harus juga dijelaskan bagaimana solusi Islam terhadap persoalan-persoalan tersebut.
Karena itu harus dibangun pemahaman umat Islam yang sahih mengenai Islam—dari aspek akidah dan syariatnya sebagai konsepsi yang integral—yang mengatur seluruh permasalahan manusia, baik yang berhubungan dengan Penciptanya, sesamanya, maupun dirinya sendiri. Dengan kata lain, Islam adalah akidah dan sistem yang mengatur urusan ibadah, ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, pendidikan dan sebagainya. Hanya saja, konsepsi Islam ini tidak cukup hanya dipahami secara global. Artinya, umat Islam tidak cukup hanya mengetahui dan menyakini, bahwa Islam adalah akidah dan sistem yang mengatur urusan ibadah, ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, pendidikan dan lain-lain. Lebih dari itu, mereka harus pula memahami, misalnya, bagaimana bentuk negara, sistem pemerintahanan, struktur negara, dan konstitusi syariat yang diajarkan oleh Islam. Pada saat yang sama, umat Islam juga harus memahami hakikat pemikiran kufur dan perbedaannya dengan Islam serta hukum menggunakan dan menyebarluaskannya. Jika konsepsi ini telah menjadi mindframe umat Islam, penyesatan dengan intellectual approach di atas akan bisa dihancurkan.
Aspek Politik
Proyek liberalisasi ajaran Islam ini tidak bisa dilepaskan dari aspek politik. Proyek ini dirancang secara serius oleh negara-negara Barat. Karena itu umat Islam harus dibangun kesadaran politiknya. Beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain.
1. Membongkar kebijakan negara-negara penjajah di negeri Islam. Kebijakan politik luar negeri negara penjajah adalah jelas yakni menyebarluaskan kapitalisme dengan ide-ide pokoknya seperti sekulerisme, liberalisme, pluralisme dll. Sementara metode(thoriqoh) politik luar negerinya adalah penjajahan. Sementera penjajahan dilakukan dalam berbagai aspek seperti politik, ekonomi, militer dan budaya.
Penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara Barat harus dibongkar. Berikut akibatnya terhadap umat Islam. Secara ekonomi, negara Barat telah melakukan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam. Negeri Islam yang kaya dirampok sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Negara Barat juga telah membunuh umat Islam untuk kepentingan penjajahannya seperti yang mereka lakukan di Irak, Afghansitan, dan tempat-tempat lainnya.
Sementara itu harus diungkap proyek liberalisasi Islam merupakan proyek penjajahan untuk mengokohkan penjajahan di negeri Islam. LSM dan aktivis yang terlibat dalam proyek ini merupakan agen-agen penjajah. Mereka mendapat dana dari luar negeri atau donor asing untuk kepentingan penjajahan. Tidak mengherankan kalau semua LSM yang ikut dalam proyek liberalisasi Islam ini didanai oleh asing. Sebagai contoh draft CLD KHI yang isinya bertentangan 100 % dengan syariah Islam dibiayai The Asia Foundation sebesar Rp 6 miliar.
Hubungan LSM liberal ini dengan asing tampak dari dukungan mereka terhadap kebijakan neo liberal di Indonesia. Aktivis liberal mendukung penuh kebijakan kenaikan BBM yang mensengsarakan rakyat. Secara provokatif mereka membuat iklan satu halaman penuh di sebuah koran nasional untuk mendukung kebijakan neo liberal ini.
2. Secara politik umat Islam juga harus mewaspadai upaya adu domba antara komponen umat Islam. Politik belah bambu sering digunakan oleh penjajah untuk memperlemah persatuan umat. Dalam berbagai rekomendasi yang dikeluarkan lembaga kajian Barat seperti RAND Corporation, The Nixon Centre yang sering diadopsi oleh pemerintah AS tampak jelas kebijakan pecah belah ini. Mereka mengklasifikasi umat Islam atas tradisionalis, moderat, radikal, atau fundamentalis. Termasuk membenturkan antara kelompok tradisionalis dengan fundamentalis, sunni-syiah, dan lain-lain. Karena itu upaya menjaga ukhuwah Islamiyah antar kelompok Islam merupakan hal penting untuk membendung proyek liberalisasi ini. Sangat menyedihkan kalau ada ormas Islam, ulama atau pemimpinnya yang justru digunakan Barat untuk menyerang upaya perjuangan penegakan syariah dan Khilafah.
Aspek Negara
Proyek liberalisasi ini bisa berkembang ketika negara justru mengadopsi nilai-nilai liberal. Negara pun membiarkan LSM asing untuk menyebarkan nilai-nilai liberal ini. Bukan hanya itu negara justru didikte oleh asing untuk menjalankan kebijakan neo liberalnya. Padahal adalah tugas negara untuk menjaga aqidah umat. Disinilah letak penting adanya negara Khilafah yang berdasarkan kepada Islam. Negara Khilafah akan melarang semua pemikiran liberal yang menguntungkan penjajahan. LSM yang menjadi agen asing pun akan dilarang. Negara pun akan memberikan sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya. Keberadaan negara Khilafah akan secara komperehensip membendung proyek liberalasisi ini.
(Farid Wadjdi; SI 37)
No comments:
Post a Comment