Demikian pula, kita harus melihat orang yang mencela dan memfitnah kita. Apabila ia benar dan memang untuk menasehati kita maka kita tidak perlu marah. Karena dia telah menunjukkan aib kita dan mengingkatkan kita dari kesalahan-kesalahan yang kita perbuat. Seandainya itu berbohong kepada kita dan mengada-ada terhadap kesalahan tersebut dan mencelanya, maka kita harus memikirkan tiga perkara:
- Jika kita bersih dari kesalahan itu, maka kita tidak lepas dari aib atau kesalahan yang lain. Karena sesungguhnya manusia banyak berbuat salah dan banyak sekali aib kita yang Allah tutupi. Ingatlah nikmat Allah, karena si pencela tidak mengetahui aib yang lain dan tolaklah dengan cara yang baik.
- Sesungguhnya membuat-buat berita untuk mencela kita dan memfitnah, semua ini adalah penghapus dosa kita, jika kita sabar dan mengharap pahala dari Allah.
- Orang yang mencela dan memfitnah kita akan mendapat kemurkaan dari Allah .
Allah berfirman,
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.”
[QS an-Nisaa’ : 112]
Kita harus berusaha untuk memaafkannya karena Allah Ta’ala cinta kepada orang-orang yang suka memaafkan. Seorang muslim harus ingat bahwa tidak ada artinya pujian manusia bila hal itu menimbulkan kemurkaan Allah. Pujian mereka tidak pula membuat kaya dan berumur panjang. Begitu pula celaan mereka ketika kita meninggalkan sesuatu. Celaan mereka tidak membuat kita berada dalam bahaya dan tidak pula memendekkan umur kita serta tidak menangguhkan rezeki. Semua manusia adalah lemah, tidak berkuasa terhadap hidup dan matinya serta tempat kembalinya.
Jika ia menyadari hal itu, tentu dia akan melepaskan kesenangannya pada riya’. Lalu menghadap Allah dengan hatinya. Sesungguhnya orang-orang yang berakal tidak menyukai apa-apa yang berbahaya bagi dirinya dan yang sedikit manfaatnya.[sumber: As-Sunnah 11/IX/1427H/2006M]
No comments:
Post a Comment